Senin, 21 Maret 2011

Pilih Ganteng atau Taqwa ?

Ssstt, kamu pasti pada tahu kan tongkrongannya Irfan Bachdim, Justin Bieber, Dude Herlino, Hyun Bin, Untung Simpati B. dan masih banyak deretan nama cowok lainnya. Kata banyak orang, mereka cakep, ganteng, tampan bin kasep. Kok kata orang? Karena apa yang menurut kata orang banyak, belum tentu saya sependapat dengan mereka. Suka-suka donk!
Semua nama tersebut adalah deretan selebritis yang terkenal di bidangnya masing-masing. Dari semua nama tersebut, hanya Irfan Bachdim saja yang background-nya adalah sepak bola. Selebihnya adalah kalangan artis dan bintang sinetron/film. Tak heran, karena bidang ini (baca: entertainment) memang mengharuskan wajah cakep sebagai modal utama bila ingin terkenal.
Kalau yang tak punya wajah cakep, gimana dong? Kalau nekat pingin terkenal di dunia selebritis, tanpa modal cakep dan body seksi maka kamu harus punya kebalikannya. Apaan tuh? Sorry, nggak tega bener sebetulnya mau bilang kalo kebalikan wajah cakep adalah wajah (maaf) ancur. Coba aja kamu perhatikan beberapa seleb yang settingan wajahnya begitu. Mereka selalu mentertawakan diri sendiri dengan banyolan yang intinya pengakuan bahwa wajah mereka sendiri jauh dari harapan (akhirnya bisa nemu padanan kata yg sopan untuk istilah wajah ancur hehehe).
Tapi ngemeng-ngemeng (baca: ngomong-ngomong), apakah wajah cakep atau ganteng itu segitu pentingnya sih buat manusia terutama remaja seusia kamu? Apakah tak ada faktor lain yang bisa dilihat dari seorang cowok selain tampilan fisiknya semata?
Ganteng, penting nggak sih?
Bisa dipastikan hampir 100% dari kamu menjawab PENTING. Biar bagaimanapun, hal pertama yang bakal diperhatikan orang adalah wajah dan penampilan. So pasti, kamu bakal bangga kalo berdampingan dengan cowok cakep dibandingkan dengan cowok jelek. Diajak jalan-jalan oke, dikenalkan ke teman-teman bangga, diajak kondangan bisa nambah PD. Kayaknya asyik banget punya pendamping yang ganteng abis. Ayo, jujur deh.Hehehe…
Masalahnya, definisi ganteng itu yang kayak gimana sih? Apakah yang kayak Irfan Bachdim, Teuku Wisnu, atau siapa pun itu yang biasa nongol di TV karena modal tampangnya dianggap oke punya?
Ternyata ganteng menurut kamu belum tentu sama menurut temanmu. Begitu juga ganteng menurut saya, belum tentu kamu sependapat juga. Jadi sebetulnya, semua cowok itu ganteng, sama kayak semua cewek itu cantik. At least, menurut ibu bapak masing-masing. Coba mana ada ortu yang nyesel punya anak karena wajah anaknya jelek trus malah muji-muji anak tetangga? Kalo pun ada itu ortu yang menghina diri sendiri namanya hehehe…
Back to topic, tentang ganteng tidaknya seorang cowok. Tak ada standar baku rumus kegantengan seseorang itu. Artinya, cakep itu relatif dan jelek itu mutlak hehehe…just kidding. Maksudnya, nggak usah jutek kalo pendapat kalian berbeda satu sama lain untuk menilai kegantengan seorang cowok. Udah deh, yakin aja bahwa cowok yang paling ganteng saat ini adalah bapak kamu. Hayoo…berani nggak kamu bilang bapak kamu nggak ganteng? Ibumu aja sampe kesengsem dan mau nikah kok sama beliau. Iya nggak sih? Sip deh!
Cowok ganteng berikutnya adalah yang jadi suami kamu kelak. Ya iyalah, nggak mungkin banget suami kamu cantik kan? Jadi nggak usah kurang kerjaan sekarang ini dengan membikin tabel kegantengan seseorang. Biarpun ganteng, toh mereka juga nggak kenal sama kamu. Lebih parah lagi adalah apabila ganteng cuma wajah tapi kelakuan naudzubillah. Idih…nggak banget!
Jadi meskipun ganteng itu penting tapi jangan sampai kamu melupakan faktor lain semisal kualitas otak dan akhlak seseorang. Menjadi ganteng tak bisa dipilih, tapi mempunyai otak dan akhlak yang berkualitas itu adalah pilihan yang harus melalui proses tertentu untuk mencapainya. Dan faktor inilah yang lebih pantas mendapat apresiasi dibandingkan wajah rupawan yang tak ada upaya apa pun dilakukan untuk meraihnya.
Ganteng bukan jaminan
Kamu tahu Irfan Bachdim dong ya. Yup, seantero rakyat Indonesia terpesona wajah gantengnya yang kebetulan dikombinasikan dengan skill pintar menggiring bola. Tapi tahukan kamu selera cewek yang menjadi pacar si Irfan ini? Jennifer Kurniawan, pacar si Irfan Bachdim ini berprofesi sebagai model semi telanjang yaitu hanya memakai pakaian dalam.
Ganteng ternyata bukan jaminan untuk melihat kualitas seseorang. Ganteng adalah tampilan fisik yang seringkali mengecoh banyak orang untuk perbuatan buruk di baliknya. Ganteng adalah sebuah anugrah fisik yang sudah ‘given’ alias takdir dari Allah. Seseorang nggak bakal bisa memilih punya wajah cakep seperti Nabi Yusuf misalnya. Apapun kondisi fisik kita, mancung tidaknya hidung kita, memble tidaknya bibir kita, lentik tidaknya bulu mata itu adalah sesuatu yang tidak bisa dipinta. Lagipula tak bakal ada hisab atas diri manusia hanya karena wajahnya nggak ganteng dan hidungnya pesek. Sumpah!
Don’t judge a book by its cover, kata orang bule. Jangan menilai sesuatu hanya dari tampilan luarnya saja, itu terjemahan bebasnya. Orang bertampang jauh dari ganteng, belum tentu hati dan akhlaknya tidak seganteng wajahnya. Begitu juga sebaliknya. Betapa banyak di luar sana, laki-laki yang memanfaatkan kegantengannya untuk menipu para gadis pemuja fisik semata. Si gadis dirayu dengan pesona fisik yang dimilikinya kemudian dinodai dan dicampakkan. So, berhati-hatilah kamu dengan tampilan ganteng namun kelakuan tak seganteng wajahnya itu.
Sis, yang perlu kamu ingat lagi adalah bahwa kegantengan seorang cowok ada masanya. Nggak selamanya terus ganteng dan fisiknya kuat. Ia akan tua, sama seperti manusia lainnya. Tak ada yang abadi. Itu sebabnya, jangan jadi pemuja kegantengan doang. Ok?
Takwa adalah utama
Waktu saya masih ABG dulu (cie…serasa udah uzur nih jadinya hehehe) saya sudah punya standar ganteng tersendiri. Biar kata semua teman bilang si A ganteng, saya bertahan dengan pendapat saya bahwa si B lebih ganteng daripada si A. Itu karena sedari remaja saya tumbuh menjadi sosok yang punya prinsip.
Ganteng menurut saya adalah sosok cowok yang cerdas dan luas wawasannya. Biar kata kayak Justin Bieber, Hyun Bin (di serial Secret Garden) atawa Song Seung-Heon (yang melejit lewat Endless Love), tapi kalo diajak ngomong tulalit, dia jadi nggak ganteng blas di mata saya. Begitu sebaliknya, biar kata dia punya muka second, tapi kalo tuh cowok cerdas, luas wawasan, aktif organisasi, baik, suka menolong, prilaku sopan dan terpuji, maka cowok kayak gini yang jauh lebih oke dibandingkan yang pertama tadi. Seiring pemahaman Islam yang makin bagus, saya punya syarat mutlak bagi cowok untuk dibilang ganteng. Apakah itu? Yaitu nurut sama Allah dan RasulNya alias bertakwa.
Allah Swt. berfirman (yang artinya): “Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu.” (QS al-Baqarah [2]: 221)
Udah deh, nurut sama petunjuk Allah ini dijamin bahagia dunia akhirat. Betapa banyak mereka yang mempunyai pendamping berwajah rupawan tapi keluarganya malah hancur berantakan. Inilah akibatnya apabila sebuah amal tidak dilandasi dengan ketakwaan tapi hanya berdasar hawa nafsu semata.
Nah, karena kamu-kamu sekarang masih sibuk sekolah nggak usah sok sibuk mikirin cowok ganteng. Belajar aja yang rajin karena jodoh sudah ada yang ngatur. Kalo untuk urusan ngefans, pilih sosok yang emang pantas untuk diidolakan. Di dalam Sunan Abu Dawud kitab al-Libas, diceritakan dari Ibnu Umar ra, bahwa Rasulullah saw. memperingatkan: “Mann tasyabbaha biqauminn fahuwa minhum.” “Barangsiapa menyerupai suatu kaum berarti termasuk bagian mereka.”
Oya, menyerupai di sini artinya mengikuti berbagai hal dari kaum tersebut, termasuk dalam mengidolakannya. Males banget kan kalo ternyata kamu salah memilih idola terus idolamu itu masuk neraka dan kamu ikut nyebur ke dalamnya. Hiii..nggak keren jadinya!
Takwa adalah standar setiap muslim dan mukmin yang memang peduli terhadap urusan dirinya baik dunia dan akhiratnya. Nggak asal ikut-ikutan saja tanpa tahu kenapa ngefans sama si ini dan si itu. Karena sungguh, setiap amal baik itu perbuatan ataupun perkataan dan yang terbersit di dalam hati manusia, semua akan dimintai pertanggungjawaban nanti di hadapan Allah Ta’ala.
Energi masa mudamu lebih baik disalurkan untuk hal-hal yang jauh lebih berguna daripada ngefans sama sosok-sosok ganteng tapi nggak jelas kualitas otak, akhlak, apalagi imannya. Misalnya saja, kalo pun mau cari idola, cobalah ngefans sama pejuang di Palestina sana yang berusaha mengusir Israel penjajah. Ngefans dengan mereka yang getol beramar makruf nahi mungkar demi tegaknya Islam di muka bumi. Dan tentunya ngefans di atas semua itu ditujukan pada Rasulullah Muhammad saw. dan seluruh keluarga dan para sahabatnya. Dijamin surga semua tuh. Insya Allah. Nggak rugi pokoknya kalo kamu ngefans sama sosok yang tepat seperti itu. Itu sebabnya, ati-ati pilih idola dan orang yang dijadikan fans kita ya.
Jadi, mulai sekarang jatuhkan pilihanmu pada pilihan yang tepat bin benar ya. Lebih baik memilih ganteng tapi bertakwa daripada sudahlah tak ganteng tak bertakwa pula. Aduh…rugi kuadrat tuh. Intinya, faktor takwa harus menjadi prioritas dibandingkan kegantengan ketika kamu ngefans pada seseorang atau memilih pendamping hidup kelak. Muslimah smart, so pasti tak akan salah pilih. Pasti itu!

Rabu, 09 Maret 2011

Nggak Ngaji, Nggak Trendy

         Bro en Sis, udah saatnya deh kita percaya diri bilang kalo ngaji adalah bagian dari tren saat ini. Saat ini emang banyak orang udah stres dengan kehidupan dunia. Stres cari duit, stres pengen terkenal, stres pengen naik jabatan, stres dengan tekanan target pekerjaan dan bentuk-bentuk tekanan jiwa lainnya, Itu sebabnya, sebenarnya orang udah mulai senang lho ngaji. Seneng kumpul-kumpul bahas persoalan agama. Mereka banyak yang yakin kok bahwa kembali kepada ajaran agama adalah obat antistres. Insya Allah. Semoga demikian. So, itu artinya pula, sebenarnya kalo orang nggak ngaji saat ini, bisa dibilang nggak trendy dong ya? Hmm.. betul betul betul.
       Oya, meski demikian, tetap aja lho ada temen kita yang masih ragu untuk ngaji. Ngerasa belum maksimal dalam niat, dan yang pasti banyak banget godaannya. Sehingga akhirnya sedikit demi sedikit mulai malas ngaji dan akhirnya bukan tak mungkin nggak ngaji sama sekali. Waduh!

Beratnya godaan
         Saat masih belum ngerti tentang Islam, apalagi tentang dakwah, saya masih merasa bahwa godaan itu hanya ada pada diri orang yang lemah iman. Eh, ternyata yang sudah mulai baikan pun, godaan tetap saja ada. Di masa Rasulullah saw. ada kisahnya lho. Telah diriwayatkan bahwa ‘Umar bin Khathab ra. mendatangi Rasul dengan membawa naskah (sepucuk tulisan) Taurat lalu ia berkata: “Wahai Rasulullah ini adalah tulisan Taurat, lalu Rasul diam. Lalu ‘Umar membacanya, maka berubahlah raut muka Rasulullah kemudian Beliau bersabda: “Demi dzat yang jiwa Muhammad berada di tanganNya, seandainya Musa as. masih hidup lalu kalian mengikutinya dan meninggalkan aku sungguh kalian telah sesat dari jalan yang lurus, seandainya ia (Musa) masih hidup dan mengetahui kenabianku sungguh ia akan mengikuti aku.” (HR ad-Darimiy dalam as sunan no. 436)
Kenapa Rasululllah saw. marah? Ini untuk membuktikan bahwa ketika sudah masuk Islam, kita nggak boleh lagi menjadikan ajaran lain sebagai aturan. Dekat-deket aja dan mempelajari ajaran mereka tanpa ilmu yang cukup bisa nggak boleh lho. Why? Ya, karena khawatir kita tergoda. Kan banyak kasus orang yang tertipu dengan ide selain Islam. Ada yang tergoda karena harta, ia belajar Islam tapi untuk ngancurin Islam. Ada yang dikasih beasiswa untuk kuliah hingga dapat gelar master atau doktor, tapi syaratnya harus ikut rencana para donatur tersebut dalam rangka menghancurkan ajaran Islam. Lha, kalo sampe kita tergoda demi harta dan status sosial dengan cara ninggalin ajaran agama, namanya kacau, Bro. Biarlah kita banyak harta yang penting tetap beriman. Beu… kalo itu sih ideal dong namanya.
        Dalam kehidupan sehari-hari kita juga mungkin udah ngalamin ya gimana beratnya kalo godaan datang menghampiri. Lagi enak-enak puasa, ada yang nawarin makanan dan minuman. Lagi seneng-senengnya belajar, ada teman yag ngajakkin main PS. Hati dan pikiran kita semangat mengkaji ilmu Islam, eh ada orang nawarin liburan ke Ancol gratis. Termasuk ketika kita udah merasa enjoy ikut ngaji dan mencoba sedikit demi sedikit berani untuk berdakwah, nggak tahunya ada orang iseng nyebar isu kalo pengajian yang kita ikuti adalah bagian dari jaringan teroris. Waduh!
         Ya, kita harus siap ketika godaan itu datang. Jadikan sebagai ujian untuk  mengukur kualitas iman, takwa, dan komitmen kita. Tidak usah putus asa. Tak usah pula merasa ternistakan gara-gara memilih jalan perjuangan dakwah dan aktivis pengajian. Justru sebaliknya harus bangga. Hidup ini adalah anugerah. Nikmati sajalah.

Nih, D’Masiv mode “on” dalam lagu
Jangan Menyerah:
tak ada manusia 
yang terlahir sempurna/ 
jangan kau sesali 
segala yang telah terjadi 
kita pasti pernah.dapatkan cobaan yang berat 
seakan hidup ini/tak ada artinya lagi 
syukuri apa yang ada. 
hidup adalah anugerah. 
tetap jalani hidup ini. melakukan yang terbaik

     Oke deh, sebagai muslim, godaan itu memang bisa jadi ujian. Kita kaya dan miskin pun adalah ujian keimanan lho. Allah Swt. berfirman (yang artinya): “Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakanNya dan diberiNya kesenangan, maka dia akan berkata: “Tuhanku telah memuliakanku.”. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya maka dia berkata: “Tuhanku menghinakanku.” (QS al-Fajr [89]: 15-16)
Semoga kita tetap sabar, tahan godaan dan tetap semangat jalani kehidupan dan jalan dakwah ini.

Percaya diri jadi anak ngaji
       Jadi aktivis kudu optimis. Tampang pun boleh klimis meski jenggotnya tipis. Pakaian juga necis meski dompet selalu tipis. Ya, asal jangan sering meringis sampai tampangnya kayak teletubbies. Hehehe.. nggak ding. Kamu kudu tampil pede dengan predikat jadi aktivis masjid or kampus. Nggak boleh minder. Meski kadang cibiran, cemoohan termasuk sindiran suka mampir juga ke telinga para aktivis rohis. Dicap sok alim, sok suci, mau menang sendiri, nggak suka gaul, bahkan ‘bau surga’ lekat dengan anak rohis. Kalo yang puteri kebetulan lewat di tengah-tengah gerombolan cowok okem, suka diledekin dengan sapaan, “Assalamu’alaikum bu haji..”
        Bro en Sis, menjadi aktivis rohis atau anak ngaji adalah pilihan bukan kebetulan. Jadi kamu kudu tahu betul risikonya. Sama seperti halnya anak funky dan okem, mereka juga udah memilih apa yang diinginkannya. Dan tentunya kudu tahu juga risiko yang bakalan diterima dari pilihannya itu. Jadi, kenapa musti minder, kita di jalan yang bener sobat. Uppss.. tapi inget, teman kita yang masih jahiliyah bukan berarti musuh kita, tetep kita anggap sebagai teman. Cuma, memang masih berada di tempat gelap aja. Jadinya, kita yang kudu nuntun. Okeh?
        Nah, karena kita boleh dibilang dianggap beda sama teman-teman pada umumnya, maka gerak-gerik kita selalu aja jadi sorotan. Ada yang bangga, tapi nggak sedikit yang sinis. Itu biasa, romantika hidup sobat. Nggak seru rasanya kalo hidup cuma lurus-lurus aja. Hmm.. coba deh telusuri jalan tol, wuih jenuh banget deh rasanya. Jadi, kalo pun ada cibiran dan cemoohan dari kawan-kawan kita, anggap aja bumbu dalam kehidupan ini.
         Anak masjid sering diidentikan dengan penampilan yang rada-rada beda, seperti memelihara jenggot, anak putrinya pakai jilbab, ilmu agamanya lumayan oke, dan perilakunya kalem. Terjun sebagai aktivis masjid sekolahan emang gampang-gampang susah. Gimana nggak, hampir setiap gerak-gerik kita pasti dalam pantauan teman dan guru. Uniknya lagi, pandangan miring dan lurus bisa aja ditujukan sama anak masjid ini. Nah, itulah kenapa gampang-gampang susah.

Ngaji? Enjoy!
         Bro en Sis, mengkaji Islam itu menyenangkan lho. Jangan dianggap ngaji itu sebagai beban, sehingga terkesan kepaksa banget. Itu cuma faktor kebiasaan. Sama seperti ketika saya belum ngaji, saya enjoy dengan kebiasaan saya buang waktu dengan nonton film di bioskop, dengerin lagu-lagu dari Bedil Karo Kembang alias Guns N Roses (yang merupakan grup band favorit saya waktu itu). Kebiasaan seperti itulah yang saya lakukan hampir di setiap waktu luang.
        Bayangkan, jika kita udah enjoy dengan kebiasaan kita, rasanya flow aja menjalaninya. Ngaji nggak bakalan membosankan sama seperti orang yang sudah menjadikan aktivitas memancing sebagai kebiasaannya (hehehe.. sambil ngelirak-ngelirik temen saya nih). Mereka bisa tahan berjam-jam nungguin ikan yang masuk perangkapnya.
        Nah, kalo kamu memandang bahwa ngaji itu adalah sarana mencari ilmu, mungkin bakalan sutris duluan. Kenapa? Karena kalo “judulnya” dianggap sebagai aktivitas mencari ilmu, biasanya akan tergambar dalam pikiran kamu segala hal yang berkaitan dengan sesuatu berat dan perlu banyak mikir. Sekarang saya ubah pandangannya, bahwa ngaji itu mengasyikan sebagai sarana memperkaya wawasan kita tentang kehidupan. Beda nggak seh kalimat ini dengan sebelumnya: “mencari ilmu” dan “memperkaya wawasan kita tentang kehidupan”? Kalimatnya jelas berbeda dan “rasa bahasanya” berbeda pula, meski tujuan akhirnya bisa sama. Betul?
         Oke deh, dengan ngaji, kita bakalan diperkaya dengan nilai gizi yang tinggi untuk pelajaran hidup kita. Wawasan kita bakalan bertambah, karena ngaji nggak cuma belajar tsaqafah (pengetahuan yang titik tolak pembahasannya adalah akidah), tapi juga belajar tentang makna hidup, tentang ukhuwah, tentang empati, tentang harga diri, tentang peduli, tentang pengorbanan, tentang kesetiaan, dan lain sebagainya. Semua itu bisa kita dapatkan dalam pengajian.
         Ngaji, nggak cuma memperkaya akal kita dengan wawasan tentang berbagai pemikiran, tapi juga menghaluskan perasaan kita tentang berbagai sikap yang membuat ruangan di hati bisa menampung banyak hal yang indah. Ngaji juga selain mengembangkan kebiasaan kita mengkaji ilmu-ilmu berat, tapi juga menumbuhkan persahabatan yang nggak kenal kata putus.
          Sobat muda muslim, jadikan ngaji sebagai kebiasaan dalam hidup kita. Nikmati saja dengan penuh kesenangan. Semua itu bisa kita ciptakan bersama teman pengajian lainnya. Ada canda-tawa, ada keseriusan meski tetap santai, tegur sapa, saling mengingatkan, saling menghargai dan menghormati. Wah, indah banget kan? So, mulai sekarang kita bilang: nggak ngaji nggak trendy. Sip deh!