Di astana aku merana, disetiap air mata ku coba tetap membaca, diantara
bahasa hati dan amarah. Langkah-langkah harapan yang hilang, lenyap
bersama omong kosong yang membentang. Fasihnya kebebasan pun masih
terkekang. Pedasnya air samudra dan kemunafikan. Sistem yang masih
selalu menikam waktu kita. Hak-hak yang selalu terlupakan. Pedis mimpi
yang menghampiri perjuangan kita. Kaca mata diri tak dapat menatap
pasti. Sudut-sudut diskusi pun menjadi tak berarti, apalagi yang harus
ku mengerti, saat hari ini masih tak jauh lebih berarti, dari setiap
detik hidup yang penuh caci maki. Disetiap malam ku menyendiri,
merangkum derita disetiap kesepian. Andai bisa ku rangkai angkasa, dan
ku tulis perasaanku padamu. Akan ku tuang hingga batas maksimal
kemampuanku. Agar kau mau mengerti, dibalik semua cerita, nada, bahasa,
yang pernah ada; Ku tak akan pernah melupakanmu...